Home » KTI » Potensi Wilayah » Wilayah Perbatasan: antara Citra, Beban atau Tanggungjawab

Wilayah Perbatasan: antara Citra, Beban atau Tanggungjawab

Villa di Pesisir NamtabungJika kita ibaratkan pulau terluar sebagai pagar rumah, maka itu berarti pulau terluar mempunyai peran melindungi negara kesatuan kita Indonesia. Pagar sebagai cerminan seberapa berharga sesuatu yang akan dilindungi, semakin besar dan kokoh pagar berarti hal-hal yang berada di dalamnya begitu berharga. Apakah kesan seperti itu sudah tampak pada kondisi wilayah perbatasan Negara kita tercinta?

Melihat dari dekat satu atau beberapa wilayah yang secara geografis berbatasan dengan negara lain akan menyadarkan kita akan sebuah mindset baru, bahwa ada bagian dari integritas NKRI sebagai suatu bangsa yang nyaris terabaikan. Contohnya Desa Namtabung yang berada di Pulau Selaru Kabupaten Maluku Tenggara Barat. Desa ini dihuni oleh para nelayan yang beraktivitas di wilayah perairan perbatasan Indonesia – Australia. Secara geografis Pulau Selaru berada pada wilayah Selatan Manenggara Negara kita, yang berbatasan dengan Pulau Melville di bagian Utara Benua Australia dihubungkan oleh Laut Arafuru.

Melalui Sekretaris Desa Namtabung, Oty Temmar, diperoleh keterangan bahwa Pulau Selaru yang juga merupakan satu wilayah Kecamatan, terdiri atas 7 desa yakni Namtabung, Adaut, Kandar, Pursui, Lingat, Werai dan Eliasa. Namtabung dihuni oleh 1.762 jiwa yang terbagi dalam 538 KK dan tersebar di 5 soa (kompleks/RT). Luas wilayah Namtabung 7 x 500 m2, dengan fasilitas pendidikan berupa 2 buah SD dan sebuah SMP. Penduduknya dominan berprofesi sebagai nelayan/tani, ada pula PNS, dan pengusaha (angkutan laut, kios sembako, pengumpul hasil laut).

Zeth Masombe, warga asli Namtabung yang berprofesi sebagai nelayan hingga usianya yang kini di atas 50 tahun tetap betah tinggal di wilayah pesisir Namtabung yg tetap asri meski kurang mendapat sentuhan pemerintah. Dari beliau diperoleh keterangan bahwa tidak terdapat ciri khusus pada infrastuktur Namtabung selaku wilayah perbatasan. Dan itu telah berlangsung sejak lama. Dari keterangannya pula diketahui bahwa pihak Pemerintah Australia pernah melakukan sosialisasi tentang kategori penangkapan ikan yang bertanggungjawab dan penangkapan destruktif serta batas perairan Australia – Indonesia.

Di antara masyarakat nelayan Namtabung, banyak yang pernah ditangkap oleh pihak keamanan Australia saat bertugas menjaga perbatasan. Di antara mereka bahkan ada yang tertangkap bukan hanya sekali, dan hanya dilepaskan ketika kapal mereka telah ditebus. Penyebabnya satu hal, nelayan Namtabung memasuki wilayah perairan Australia. Nelayan Namtabung tidak memiliki peralatan navigasi yang memadai, juga karena tidak tau tanda-tanda wilayah perbatasan. Menurut mereka tidak pernah sekalipun mereka bertemu dengan petugas patroli/pengawas dari Indonesia. Karena kejadian ini berulang-ulang maka Pemerintah Australia pernah turun langsung ke Namtabung memberikan sosialisasi tentang aturan main penangkapan ikan di wilayah perbatasan.

Potensi perairan Namtabung dapat terlihat dari berbagai jenis ikan hasil tangkapan nelayan seperti ikan kerapu ikan kakap dan beberapa jenis ikan karang. Jenis tersebut menempati urutan tinggi di pasaran domestik maupun internasional.KJA di Namtabung

Perairan Namtabung yang indah dan sarat dengan potensi hayati perairan mengundang beberapa pengusaha untuk mencoba peruntungan dengan membuka usaha di Namtabung, di antaranya PT. Pulau Mas yang membuat keramba di perairan pantai Namtabung, ada pula beberapa keramba lain. Usaha budidaya rumput laut juga banyak dilakukan masyarakat Namtabung, sehingga sepanjang alur pelayaran memasuki pantai Namtabung dipenuhi oleh botol-botol pelampung jaring rumput laut. Potensi kecantikan alam pantai juga menarik perhatian sehingga tidak heran jika di pesisir Namtabung terdapat 5 buah villa. Selain itu terdapat pula usaha pembuatan kapal angkutan.

Kehadiran Balai Pendidikan dan Pelatihan Perikanan (BPPP) Ambon di Namtabung dalam rangka melaksanakan Pelatihan dirasakan masyarakat Namtabung seperti oase di padang pasir di saat mereka telah lama menanti sedikit perhatian dari pemerintah NKRI. Hal itu terlihat dari respon dan antusias peserta pelatihan serta masyarakat bercerita tentang kondisi yang mereka alami selama ini. Ditambah lagi dengan materi pelatihan yang sangat sesuai dengan kebutuhan mereka yaitu keterampilan menggunakan teknologi penangkapan ikan dasar, mengingat aktivitas mereka sehari-hari mencari ikan-ikan dasar untuk dijual dalam kondisi hidup pada pengusaha keramba jaring apung.

Semangat integritas NKRI seperti mekar dan kokoh lagi di hati warga Desa Namtabung, terutama peserta pelatihan, melalui interaksi panitia dan pelatih dengan peserta dan masyarakat yang berlangsung sekitar satu minggu (selama pelatihan). Pelatihan yang sebentar itu dirasakan sebagai perhatian dan pengakuan akan adanya mereka, nelayan pulau terluar. Kegembiraan mereka dilengkapi lagi dengan pemberian paket bantuan alat tangkap kepada tiga kelompok nelayan Desa Namtabung yng diserahkan pada akhir pelatihan. Dari kondisi itu pula diketahui bahwa nelayan Namtabung masih sangat membutuhkan banyak perhatian terkait dengan mata pencaharian mereka. Mereka butuh ilmu budidaya rumput laut yang benar, mereka juga butuh ilmu tentang budidaya ikan di keramba jaring apung, sehingga ke depan bukan lagi sekedar mensuplai ikan ke keramba milik perusahaan pengumpul. Mereka juga sangat butuh keterampilan memperbaiki dan merawat kerusakan mesin, apalagi di Namtabung jumlah bengkel sangat minim. Nelayan Namtabung juga sangat butuh peningkatan nilai jual hasil perikanan mereka melalui keterampilan membuat diversifikasi hasil olahan ikan dan rumput laut.Galangan Kapal di Namtabung

Nelayan Namtabung juga belum punya akses ke perbankan, sehingga satu-satunya pilihan pengadaan modal usaha mereka adalah membenamkan diri dalam sistem ijon, yang sebenarnya sangat berat bagi mereka. Harga BBM juga tinggi, mengingat tidak adanya SPBU di Namtabung. Demikian pula harga es, juga mahal karena tidak terdapat pabrik es, ataupun cold storage.

Kondisi yang serupa juga ditemukan oleh tim pelatihan BPPP Ambon yang melaksanakan pelatihan terhadap pembudidaya di Dobo, Kabupaten Kepulauan Aru. Nelayan Dobo, juga selama ini berburu hiu di perairan batas Indonesia – Australia yang hanya berkisar 4 jam perjalanan dari daratan Dobo. Nelayan Dobo selain berburu ikan hiu untuk diambil siripnya, juga menangkap ikan-ikan dasar yang dijual kepada penampung. Budidaya ikan merupakan hal yang masih asing bagi mereka.

Kurangnya infrastruktur, rendahnya tingkat pendidikan dan keterampilan masyarakat nelayan merupakan hal yang umum ditemui di sebagian besar wilayah pesisir pulau yang jauh dari ibukota kabupaten. Tetapi khususnya desa-desa pesisir di wilayah perbatasan, kiranya perlu perhatian khusus dari segenap pihak. BPPP Ambon telah meretas jalan ke arah itu melalui kegiatan pelatihan. Setali tiga uang, sambil membekali pengetahuan dan keterampilan kepada nelayan wilayah perbatasan, BPPP Ambon sekaligus merajut benang-benang persatuan demi tetap utuhnya kedauatan NKRI.Potensi Perairan Wilayah Namtabung

Desa Namtabung menyimpan banyak potensi ekonomi yang layak dikembangkan untuk kesejahteraan masyarakat, terlebih lagi karena Namtabung merupakan salah satu wilayah terluar NKRI yang sedikit banyak akan mencitrakan people character Indonesia. Kita berharap ke depan bahwa citra nelayan Namtabung yang cenderung ‘bandel’ menurut penjaga perbatasan Australia lambat laun akan berubah menjadi nelayan produktif melalui pengembangan usaha penangkapan ikan komoditas unggulan seperti kerapu, budidaya rumput laut, wisata pantai, ataupun potensi lain yang belum tergali. Tentu saja perubahan itu tidak terjadi dengan sendirinya, tetapi dengan upaya bersama segenap pihak. Melalui tulisan ini kami mengajak segenap stake holder yang bertanggungjawab atas kedaulatan NKRI dan peduli atas citra positif bangsa di mata dunia dan peduli atas kesejahteraan masyarakat untuk melakukan upaya bersama membenahi wilayah perbatasan kita yang sesungguhnya tetap merupakan anugerah jika kita optimis membangunnya dan tidak menganggapnya beban negara.

Ambon, Maret 2012

(*ditulis oleh Agussalim, S.Pi – Widyaiswara BPPP Ambon)

 

Baca Juga

Penandatanganan MOU BPPP Ambon Dengan Pemerintah Negeri Rumah Tiga .

Penandatanganan MOU BPPP Ambon Dengan Pemerintah Negeri Rumah Tiga  Dalam Rangka Peningkatan Pendapatan Masyarakat Melalui …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *