Home » KTI » Konservasi » Keterampilan Pengambilan Data Biofisik Bawah Air dan Manfaatnya untuk Pengelolaan Wilayah Perairan

Keterampilan Pengambilan Data Biofisik Bawah Air dan Manfaatnya untuk Pengelolaan Wilayah Perairan

Ditulis oleh: Agussalim, S.Pi

I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Indonesia sebagai Negara kepulauan memiliki beribu pulau yang terbentang dari ujung barat di Pulau Weh, Sabang, sampai ke ujung timur di Merauke. Hal itu berarti bahwa Indonesia didominasi oleh perairan, dimana sebagian besar wilayahnya dikelilingi oleh air. Jika dilihat sebagai potensi, maka bisa disimpulkan bahwa potensi terbesar Indonesia terletak pada perairannya. Namun, pengelolaan potensi selama ini lebih banyak difokuskan pada pengelolaan wilayah daratan dan masih sangat banyak potensi perairan yang belum dikelola dengan baik bahkan belum diidentifikasi dan dikenali dengan baik.

Kekurangan identifikasi terhadap potensi perairan terutama disebabkan oleh masih minimnya pengetahuan dan keterampilan untuk mengidentifikasi kekayaan potensi bawah air serta besarnya biaya yang dibutuhkan untuk operasional pemantauan. Selain itu faktor teknologi juga sangat memegang peranan penting. Teknologi tepat guna untuk bawah air di Indonesia harus diakui memang masih sangat minim, sehingga hasil-hasil riset dan pengelolaan sumberdaya pun masih terbatas.

Langkah yang harus segera dilakukan adalah meningkatkan skill dan pengetahuan masyarakat terutama kepada praktisi yang senantiasa berhubungan dengan perairan. Skill yang pertama dan utama adalah keterampilan mengambil data di dalam perairan. Selanjutnya menyiapkan teknologi yang tepat untuk mengeksplorasi potensi bawah air berdasarkan data yang telah ada. Eksplorasi potensi yang berbasis data bawah air tidak terbatas pada pengambilan sumberdaya untuk diolah dan dipasarkan tetapi juga bisa berarti upaya pemanfaatan untuk tujuan lain yang akan dinikmati oleh masyarakat baik lokal maupun internasional. Selain untuk eksplorasi, data bawah air juga bisa menjadi rujukan untuk penerbitan peraturan perlindungan terhadap spesies tertentu yang terancam mengalamin kelangkaan atau kepunahan, juga menjadi rujukan untuk penetapan suatu kawasan menjadi kawasan lindung, kawasan konservasi atau taman laut dan sejenisnya.

SDM yang memiliki skill pengambilan data bawah air masih sangat minim jumlahnya di nusantara, jika dibandingkan dengan luasnya wilayah perairan di tanah air. Hal ini disebabkan karena jarangnya dilaksanakan pelatihan semacam itu. Masyarakat harus dimotivasi dan difasilitasi untuk mendapatkan skill semacam ini. Dengan demikian nantinya akan tersedia semakin banyak data tentang potensi bawah air yang kita miliki sehingga perencanaan pembangunan nasional bisa menyentuh kepada aspek detail yang terdapat di dalam perairan.

2. Tujuan

Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui pentingnya skill dan pengetahuan tentang cara pengambilan data bawah air. Informasi yang dihasilkan dari pemantauan biofisik bawah air akan menjadi referensi pengambilan keputusan bagi pemerintah, pengelola kawasan konservasi perairan, penelitian ilmiah, dan menjadi bahan sharing data internasional untuk kebijakan pengelolaan global.

 

II. PENTINGNYA PEMANTAUAN DATA BIOFISIK BAWAH AIR

Posisi penting Indonesia sebagai pusat berbagai eksosistem bawah air menjadi salah satu alasan pentingnya memiliki data biofisik bawah air yang diperoleh melalui program pemantauan. Apalagi mengingat bahwa saat ini ada kebutuhan untuk sharing data pada tingkat internasional. Data biofisik bawah air sangat penting untuk membantu pengambilan keputusan seputar pengelolaan kawasan yang berhubungan lingkungan perairan. Untuk memperoleh data tersebut diperlukan keahlian dalam melakukan pemantauan dan pengambilan data. Oleh karenanya dibutuhkan tenga-tenaga lapangan yang terlatih.

Banyak daerah perairan penting di tanah air yang membutuhkan pemantauan terhadap kondisi bawah airnya, terutama di wilayah-wilayah yang didominasi oleh perairan. Sebagian kota di tanah air juga berada di pesisir dan bahkan banyak terjadi reklamasi untuk perluasan kota. Bahkan di beberapa kota, seperti misalnya Kota Ambon, aktivitas di sekitar perairannya begitu padat mulai dari pertanian di pesisir, industry, pelayaran, penangkapan ikan, budidaya, maupun kegiatan rekreasi. Di beberapa titik di Teluk Ambon juga terdapat spot penyelaman. Bila dilakukan pemantauan biofisik bawah air maka akan sangat banyak informasi yang diperoleh yang sangat berguna untuk menjadi pertimbangan dalam pengambilan keputusan untuk pengelolaan daerah.

1. Pentingnya Pemantauan

Terdapat tiga aspek utama yang harus terpenuhi dalam pengelolaan Kawasan Konservasi Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil atau KKP3K yang efektif. Tiga aspek tersebut yakni aspek tata kelola, aspek sosial ekonomi dan budaya, serta aspek biofisik. Tata kelola di antaranya meliputi peningkatan SDM, kelembagaan dan administrasi, aturan, infrastruktur, kemitraan, jejaring dan pendanaan, serta monitoring dan evaluasi. Aspek sosial ekonomi dan budaya meliputi pengembangan sosial ekonomi masyarakat, pemberdayaan masyarakat, pelestarian adat dan budaya serta monitoring dan evaluasi. Sedangkan aspek biofisik meliputi perlindungan serta rehabilitasi habitat dan populasi ikan, pemanfaatan sumberdaya ikan, penilitian dan pengembangan, pariwisata alam dan jasa lingkungan, pengawasan dan pengendalian serta monitoring dan evaluasi. Hal di atas tertuang dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.30 Tahun 2010.

Untuk memenuhi aspek biofisik tersebut maka dibutuhkan data tentang kondisi biofisik pada kawasan-kawasan yang dikelola. Data biofisik awal akan menjadi data dasar atau T0 yang akan menjadi patokan penilaian data berikutnya. Data biofisik yang diperoleh dari pemantauan juga akan menjadi bahan untuk building blocks (bangunan balok) dan menjadi indikator tahapan building blocks sebuah kawasan perairan yang dikelola. Pada tahap inisiasi sampai pengelolaan sumberdaya secara minimum KKP, yang ditandai dengan warna merah kuning dan hijau pada building blocks, bisa saja kawasan tersebut belum memiliki data biofisik (T0) sama sekali. Sedangkan pada tahapan pengelolaan secara optimum yang ditandai dengan blok berwarna biru, kawasan sudah harus memiliki data habitat, fisika kimia dan populasi biota target. Hal ini berarti data biofisik menjadi salah satu ukuran utama perkembangan pengelolaan kawasan dan menjadi kriteria untuk monitoring dan evaluasi pengelolaan.

Pertanyaannya kemudian, adakah dasar hukum yang mewajibkan perlunya dilakukan pemantauan? Jawabannya ada, yakni Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa (Pasal 8-11), PP No.28 Tahun 2011 tentang pengelolaan kawasan pelestarian alam dan kawasan suaka alam (Pasal 26), PP No.60 tahun 2007 tentang Konservasi sumberdaya ikan, Permen KP No.2 tahun 1999 tentang Tata cara penetapan, dan Permen KP No.30 tahun 2010 tentang Rencana Pengelolaan dan Zonasi Kawasan Konservasi Perairan.

Lalu aturan apa yang menjadi acuan kegiatan pemantauan yang dilakukan? Jawabnya ada, yakni Kepmen Lingkungan Hidup (LH) No.04 tahun 2001 tentang kriteria baku kerusakan terumbu karang, Kepmen LH No.115 tahun 2003 Pedoman Penentuan Status Mutu Air, Kepmen LH No.51 tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut, Kepmen LH No. 200 tahun 2004 tentang Kriteria Baku Kerusakan dan Pedoman Penentuan Status Padang Lamun.

Dalam Kepmen LH No. 04 tahun 2001 tentang Kriteria Baku Kerusakan Terumbu Karang diuraikan tentang persentase baku untuk menilai kondisi kerusakan terumbu karang. Kriteria rusak buruk jika persentase tutupan karang 0-24,9%, rusak sedang jika tutupan karang berkisar antara 25-49,9%. Kondisi karang baik jika tutupan karang 50-74,9% dan baik sekali ketika tutupan karang 75-100%. (www.menlh.go.id)

Sedangkan baku mutu mangrove menurut Kepmen LH No.201 Tahun 2004 tentang Kriteria baku dan Pedoman Penentuan Kerusakan Mangrove adalah kriteria Baik sangat padat jika persentase penutupan adalah lebih besar atau sama dengan 75% dengan kerapatan lebih dari atau sama dengan 1.500 pohon/ha. Kriteria baik sedang jika persentase penutupan mangrove lebih dari 50% sampai di bawah 75% dengan kerapatan antara 1000 sampai 1.500 pohon/ha. Sedangkan jika tutupan persentase mangrove kurang dari 50% atau kerapatan kurang dari 1000 pohon/ha maka kondisinya termasuk jarang atau rusak. (www.menlh.go.id)

Kepmen Lingkungan Hidup No.200 tahun 2004, menjelaskan tentang Kriteria Baku Kerusakan dan Pedoman Penentuan Status Padang Lamun. Kriteria baik kaya/sehat jika persentase penutupan lamun lebih besar sama dengan 60%. Kriteria kurang kaya/kurang sehatng jika persentase penutupan lamun antara 30% sampai 59.9%. Sedangkan jika tutupan persentase lamun kurang dari 29.9%, maka kondisinya termasuk rusak miskin. Sedangkan kriteria baku kerusakan padang lamun menurut Kepmen LH No.200 jika luas area kerusakan lebih kecil dari 29.9% termasuk kategori kerusakan rendah, kerusakan dengan luas area antara 30% sampai 49.9% masuk kategori kerusakan sedang dan kerusakan sebesar 50% ke atas termasuk kategori tingkat kerusakan tinggi. (www.menlh.go.id)

 

2. Pentingnya Data Biofisik Bawah Air

Data biofisik bawah air meliputi dua hal utama yakni data bio (hidup) yang meliputi seluruh organisme hidup di bawah air dan data fisika kima air yang meliputi salinitas, visibility, pH air, suhu, sedimen, dan arus. Dalam kerajaan (kingdom) hewan/Animalia banyak fhylum yang terapat di bawah air. Menurut Wikipedia, Hewan atau animal yang kita kenal selama ini merupakan kelompok hewan bersel banyak (Metazoa)dapat dibagi manjadi beberapa kelompok filum/phylum yaitu Protozoa, Porifera, Coelenterata, Vermes, Mollusca, Arthropoda, Echinodermata dan Chordata.

Protozoa adalah kelompok hewan bersel satu. Porifera adalah jenis hewan berpori yang habitat umunya di air laut atau tawar. Coelenterata adalah kelompok hewan berongga, dalam daur hidupnya dapat hidup sebagai polip atau medusa. Coelenterata terdiri atas dua filum, yaitu Ctenophora dan Cnidaria. Vermes adalah anggota kelompok dari cacing. Yang termasuk dalam filum ini antara lain Platyhelminthes atau disebut juga cacing pipih, Nematoda atau disebut juga cacing gilik, dan Annelida disebut juga cacing gelang. Mollusca atau disebut juga hewan lunak memiliki mantel yang dapat membentuk cangkang. Arthropoda adalah hewan dengan ciri khusus, yaitu kaki beruas-ruas. Echinodermatdisebut juga hewan berkulit duri. Tubuhnya tidak bersegmen-segmen tetapi berduri dan hidup di laut. (http://id.wikipedia.org/wiki/Filum_hewan)

Begitu banyak fauna yang terdapat di dalam air yang tidak akan pernah kita ketahui komposisi dan perubahannya dengan seksama tanpa adanya data yang diperoleh melalui aktivitas pemantauan bawah air. Perubahan kondisi ekosistem di dalam air tidak bisa dilepaskan dari pengaruh aktivitas atau keadaan yang ada di sekitarnya termasuk pada permukaan air. Banyaknya limpasan limbah yang terbawa bersama air sungai yang mengalir ke laut akan berpengaruh terhadap visibility, pH dan salinitas air laut. Pengaruh terhadap faktor fisik air tersebut selanjutnya akan berpengaruh terhadap kehidupan biota-biota perairan. Demikian pula pengaruh limbah pupuk pertanian yang mengalir sampai di perairan akan menyebabkan pengaruh terhadap biota laut tertentu yang secara langsung mempengaruhi rantai makanan dalam perairan.

Biofisik bawah air memiliki keterkaitan satu sama lain sehingga untuk mengetahui laju perubahan dan penyebab perubahan ekosistem dibutuhkan data biofisik dari seluruh komponen yang saling terkait tersebut. Dari data itu pula dapat dirumuskan cara mengatasi atau mencegah sebuah perubahan lingkungan sehingga daya dukung dan keseimbangan lingkungan dapat dipertahankan. Untuk mengukur perubahan maka dibutuhkan data awal atau T0 saat pertama kali pengambilan data dan menjadi acuan seberapa besar perubahan pada saat pengambilan data berikutnya.

Prinsip yang perlu dipegang dalam pengambilan data bawah air adalah pengambilan data awal dan data monitoring harus dilakukan pada posisi yang sama. Penentuan posisi dilakukan dengan menggunakan Global Positioning System atau GPS. Jarak deviasi yang masih dalam batas toleransi maksimal 5 meter. Person yang melakukan pemantauan bisa berbeda, yang terpenting posisi dan metode pemantauan sama. Dengan demikian perubahan bisa terlihat dengan jelas karena objek yang diamati sama.

III. KETERAMPILAN PENGAMBILAN DATA BIOFISIK BAWAH AIR

Pengambilan data biofisik bawah air sepintas terlihat sederhana dan mudah. Memang tidak terlalu sulit, tetapi paling tidak pengambil data bawah air membutuhkan empat keterampilan utama yakni keterampilan menyelam (keterampilan snorkeling tidak cukup untuk mengambil data dg akurat apalagi untuk kedalaman tertentu), keterampilan mengidentifikasi biota perairan (memahami takzonomi hewan laut), keterampilan mengukur aspek fisik air laut dan keterampilan mengestimasi ukuran ikan. Keempat keterampilan tersebut menjadi syarat keberhasilan pengambilan data bawah air bisa dilakukan dengan akurat.

1. Keterampilan menyelam

Pegambilan Data Bawah AirMenyelam adalah aktivitas bawah air dengan menggunakan alat selam berupa masker, baju renang, sepatu selam dan fin (kaki katak), tabung udara, rompi BC (bouyancy compensator) yang berfungsi sebagai pelampung serta penggunaan pemberat, dan alat-alat lainnya (paradiseunpad.blogspot.com). Keterampilan menyelam termasuk di dalamnya keterampilan berenang atau bergerak di dalam badan air. Keterampilan menyelam juga meliputi keterampilan menggunakan alat-alat selam seperti menggunakan bernafas dalam air, penggunaan masker, penyesuaian terhadap kedalaman, membaca penunjuk kedalaman dan stok tabung serta kompas, dan penggunaan rompi pelampung atau BC (Bouyancy Compensator), penggunaan fins, serta penggunaan safety sausage (penanda untuk naik ke permukaan). Keterampilan menyelam juga meliputi keterampilan mengatasi masalah dalam penyelaman misalnya ada masalah dengan peralatan dan sebagainya (www.scubadivingsurabaya.com). Keterampilan membaca isyarat dalam air juga sangat penting, sebagai alat komunikasi sesama penyelam. Dan hal prinsip yang tidak boleh dilupakan adalah jangan pernah menyelam sendirian (never dive alone). Selain itu masih ada keterampilan lainnya yang harus dikuasai seorang penyelam agar bisa menyelam dengan selamat dan bisa mengambil data bawah air dengan baik dan benar.

2. Keterampilan mengidentifikasi biota perairan

Keterampilan dasar yang perlu dimiliki oleh seorang pemantau data biofisik bawah air adalah kemampuan mengidentifikasi biota perairan. Kemampuan mengidentifikasi biota perairan dilandaskan pada pengetahuan tentang takzonomi hewan perairan seperti jenis-jenis ikan, jenis-jenis karang, jenis-jenis avertebrata perairan dan sebagainya. Biota-biota perairan tersebut sangat banyak ragam dan jenisnya sehingga pengetahuan tentang takzonomi sampai pada kelas genus dan spesies akan sangat membantu identifikasi dengan benar dan akurat. Untuk sampai pada keterampilan membaca secara akurat sampai ke tingkatan spesies dibutuhkan waktu dan tingkat keseringan melakukan pemantauan. Tetapi paling tidak seorang calon pemantau harus mengetahui family dan genus hewan-hewan perairan, termasuk jenis substrat perairan.

3. Keterampilan mengukur aspek fisika kimia air laut

Mengukur aspek fisika kima air laut adalah hal yang mudah dipelajari dan dilakukan. Cukup melihat dan mempraktekkan sekali dengan panduan orang lain maka selanjutnya seseorang bisa melakukannya sendiri. Tetapi meskipun demikian, kemampuan melakukan pengukuran itu tetap sebuah keterampilan yang harus dimiliki pemantau mengingat yang diukur beberapa variable dan menggunakan alat yang berbeda.

Pengukuran terhadap salinitas dengan menggunakan alat yang disebut refraktometer. Caranya dengan mengambil sampel air laut di lokasi pemantauan lalu diteteskan pada layar refraktometer, kemudian angka akan terlihat. Sebelum digunakan sebaiknya refraktometer dikalibrasi dengan menggunakan air tawar agar angka standarnya nol dan tidak mempengaruhi angka salinitas air sampel yang diukur.

Pengukuran terhadap kecerahan atasu visibility menggunakan alat yang disebut pinggan sechi atau sechidisc. Sechidisc berdiameter minimal 30 cm dengan empat bagian yang bergantian hitam dan putih. Cara pengukuran dengan menurunkan sechi secara perlahan, lalu mencatat dimana perbatasan hitam dan putih sudah tidak terlihat, kemudian sechi diturunkan lagi beberapa meter lalu ditarik perlahan ke permukaan, setelah perbatasan hitam dan putih sudah terlihat catat kembali kedalamannya, lalu dua catatan kedalaman dirata-ratakan, dan itulah nilai kecerahannya.

Pengukuran suhu adalah hal yang mudah, tetapi untuk pengukuran suhu di lokasi pemantauan dilakukan dengan cara mengambil air dari lokasi transek dan di bawa ke permukaan untuk diukur suhunya dengan menggunakan termometer. Lalu mencatat suhu dan kedalaman pengambilan air. Pengukuran pH atau kadar basa air laut dilakukan dengan menggunakan kertas pH (kertas lakmus) skala 7 sampai 14.

4. Keterampilan mengestimasi ukuran ikan

Estimasi panjang ikanMengestimasi atau memperkirakan ukuran panjang ikan merupakan keterampilan tersendiri yang dibutuhkan untuk pemantauan. Simulasi dan latihan mengestimasi dapat dilakukan dengan menggunakan layar infocus, atau latihan mengestimasi dengan menggunakan alat bantu gambar/boneka ikan yang diletakkan sekitar beberapa meter dari pemantau sebanyak 40 buah dengan ukuran variatif. Kriteria sesorang bisa mengestimasi dengan baik jika mampu melakukan estimasi dengan tingkat kebenaran 30 dari 40 sampel, dan trend kemampuan mengestimasi menunjukkan angka yang meningkat.

Keterampilan memperkirakan ukuran ikan berhubungan dengan TKG (tingkat kematangan gonad) ikan yang diamati, usia ikan (apakah ikan tersebut termasuk masih remaja atau sudah dewasa dan sudah menjadi induk). Data ini nantinya akan berhubungan dengan recovery sumberdaya ikan, atau potensi pulihnya kepadatan populasi ikan berdasarkan jumlah indukan yang terdapat di lokasi transek.

 

IV. OUT PUT DATA PEMANTAUAN SEBAGAI REFERENSI PENGELOLAAN KAWASAN BERBASIS EKOSISTEM

Data hasil pemantauan sebagai output dari pemantauan biofisik baah air akan menjadi bahan yang bisa diolah menjadi informasi yang mendukung untuk pengelolaan kawasan. Informasi ini akan sangat berguna bagi setiap stakeholder terkait dengan setiap program yang akan mereka laksanakan yang ada kaitannya dengan kehidupan di seluruh ekosistem yang terdapat di perairan.

Out put data hasil pemantauan bukan hanya berguna bagi stake holder setempat tetapi juga sangat bermanfaat untuk menjadi data pada tingkat regional dan nasional. Selanjutnya untuk tujuan kemajuan nasional, data tersebut bisa disheringkan ke internasional untuk menjadi kajian bersama dan menjadi basis data untuk program global termasuk di antaranya program mengantisipasi dampak perubahan iklim atau program pengembangan biota tertentu.

1. Perlunya memahami keterkaitan antara komponen dalam ekosistem

Bagian penting dari seluruh data tentang sumberdaya adalah pemahaman bahwa ada hubungan saling ketergantungan antara satu komponen dengan komponen lain dalam ekosistem. Dalam ekosistem terdapat rantai makanan dimana satau mata rantai dengan mata rantai yang lain berhubungan satu sama lain dalam keseimbangan. Sehingga pemutusan salah satu rantai makanan tersebut akan mengganggu keseimbangan ekosistem. Terganggunya ekosistem akan memaksa spesies yang ada di dalamnya melakukan adaptasi baru untuk membentuk keseimbangan baru. Organisme yang gagal beradaptasi akan mengalami penyusutan sumberdaya baik dalam postur atau dalam jumlah. Organisme yang beradaptasi akan mengalami perubahan sejauh perubahan yang terjadi dalam ekosistem yang menjadi habitatnya.

Memahami tentang ekosistem akan membantu pengkajian data hasil pemantauan bisa diinterpretasi dengan baik dan benar. Kehilangan satu jenis organisme di sebuah ekosistem dalam waktu tertentu akan berpengaruh langsung kepada pemangsa jenis organisme tersebut juga terhadap organisme yang menjadi target pemangsaan dari organisme yang hilang itu. Sebagai contoh, ketika hewan pemakan acantahaster (bintang laut berduri banyak) hilang maka jumlah acantaster melimpah, ketika acanthaster melimpah maka karang akan terancam rusak karena acanthaster adalah hewan pemakan karang. Pemahaman tentang hal ini akan membantu analisis data pemantauan menjelaskan segala jenis kondisi yang teramati di dalam perairan.

Keterkaitan dalam ekosistem juga membantu pemantau menentukan spesies target apa yang perlu dia prioritaskan dalam pengamatan karena akan menentukan kondisi perairan tempat pengamatan. Misalnya keberadaan ikan kakatua mengindikasikan bahwa recovery karang akan berlangsung normal bahkan cepat karena kakatua memakan alga yang menutupi karang. Ketiadaan spesies tertentu yang seharusnya ada bisa menjadi indikasi adanya perubahan ekosistem pada area tersebut.

2. Perlu memahami makna biota indikator, biota dilindungi dan biota bernilai ekonomi

AcanthasterEksositem perairan selalu berisi beraneka ragam biota yang diantaranya ada yang bertindak sebagai peringatan awal terjadinya perubahan (contohnya kerusakan) pada jenis organisme atau pada ekosistem atau disebut biota indicator. Selain itu juga terdapat biota yang dilindungi karena beberapa alasan, dan sudah ada aturan hukumnya tentang perlindungan itu. Dalam ekosistem perairan juga terdapat organisme yang bernilai ekonomi karena memberi manfaat kepada manusia dari aspek ekonomi.

Biota indikator perlu diidentifikasi disebabkan karena biota tersebut menjadi penanda ada atau tidaknya perubahan yang terjadi dalam ekosistem. Menurut CTC (Coral Triangle Center) dalam Anonim (2014) yang termasuk biota indicator perairan di bagi atas invertebrate dan ikan. Indicator invertebrata yakni trumpet triton, bulu babi, landak laut, acanthaster planci, lobster, teripang, udang coral, pencil urchin, dan giant clam (kima). Indicator fish atau ikan indicator yakni ikan kakatua, napoleon, ikan kupu-kupu, morey (sidat), grouper (kerapu), snapper, sweetlip, dan barramundi.

Ada jenis biota yang termasuk biota ekonomi karena memberi manfaat kepada manusia dari aspek ekonomis. Banyak sekali biota yang bernilai ekonomis baik itu berbagai jenis ikan seperti berbagai jenis ikan pelagis dan juga berbagai jenis ikan dasar dan ikan karang, bahkan termasuk ikan hias yang tujuannya sekedar menjadi hiasan akuarium juga tetap bernilai ekonomis bagi masyarakat. Selain ikan, udang juga bernilai ekonomis, demikian pula teripang dan berbagai jenis kerang, bahkan bulu babi juga dikonsumsi oleh sebagian masyarakat pesisir. Tetapi pemantau juga harus mampu membedakan antara biota yang bernilai ekonomi dengan biota yang dilindungi.

Biota perairan ada yang dilindungi karena memiliki beberapa alasan di antaranya populasinya kecil, jumlah individu menurun tajam, penyebaran organisme tersebut terbatas, atau karena kemampuan reproduksinya terbatas. Perlindungan terhadap biota tertentu bermakna bahwa organisme tersebut diberi status hokum dilindungi agar terhindar dari ancaman kepunahan. Status perlindungan bisa dilindungi penuh atau dilindung terbatas (berdasarkan waktu atau lokasi).

Pemahaman tentang adanya biota-biota tersebut perlu dimaknai dengan baik oleh pemantau atau pengambil data biofisik bawah air. Dengan memahami makna biota-biota tersebut maka pemantau bisa lebih cermat mengidentifikasi spesies. Karena tidak semua jenis hewan di perairan menjadi hewan indikator, dan sebagian biota yang bernilai ekonomis menurut masyarakat ternyata termasuk dalam biota yang tidak boleh ditangkap karena dilindungi secara hukum.

3. Data pemantauan sebagai referensi pengelolaan berbasis ekosistem

Data hasil pemantauan bawah air bisa menjadi referensi pegelolaan perikanan berbasis ekosistem, karena pemantau sudah dibekali dengan pemahaman akan adanya biota indikator, biota ekonomis dan biota dilindungi. Keberadaan atau ketiadaan biota indicator menunjukkan kondisi yang sedang dialami oleh suatu ekosistem. Demikian pula halnya kepadatan populasi biota bernilai ekonomis atau biota yang dilindungi mengindikasikan tingkat kesuburan ekosistem. Data juga akan mengindikasikan kelangkaan atau kepunahan spesies tertentu.

Data hasil pemantauan biota-biota perairan itu lalu dihubungkan dengan berbagai aktivitas yang terdapat di sekitar perairan yang berpengaruh langsung terhadap ekosistem, baik aktivitas di dalam perairan maupun di atas dan di sekitar perairan. Kesimpulan pembacaan data tersebut akan mengantar pada teridentifikasinya faktor yang bermasalah dalam sebuah eksosistem. Dari simpulan itu bisa direkomendasikan langkah pengelolaan yang tepat sesuai dengan kondisi yang terdata. Sehingga dengan data tersebut bisa menjadi rujukan pemerintah untuk menetapkan suatu spesies masuk kategori dilindungi atau tidak dan suatu wilayah perairan menjadi kawasan lindung, taman laut dan sebagainya.

 

V. KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

Wilayah perairan kita yang begitu luas membutuhkan pemantauan untuk mendata biota-biota yang terdapat di dalam perairan. Hal ini merupakan amanat pengelolaan yang sudah mendapat bingkai hukum berupa peraturan menteri Lingkungan Hidup dan juga Menteri Kelautan dan Perikanan. Untuk bisa melakukan pendataan bawah air dibutuhkan keterampilan mengambil data yang didalamnya inklud keterampilan menyelam, kemampuan mengidentifikasi jenis biota perairan, keterampilan melakukan pengukuran aspek fisika kimia air, serta keterampilan mengestimasi ukuran ikan.

Kemampuan melakukan pemantauan atau pengambilan data bawah air juga didasarkan pada kemampuan mengidentifikasi berbagai jenis biota di perairan terutama biota-biota yang termasuk biota indicator, biota yang dilndungi dan biota bernilai ekonomis bagi masyarakat. Pengetahuan tersebut akan membantu dalam mengiterpretasi data hasil pemantauan.

Out put berupa data bawah air yang diolah menjadi informasi tentang kondisi perairan yang telah dipantau akan sangat membantu dalam merumuskan program-program pengelolaan yang akan dilakukan di daerah tersebut. Informasi biofisik tersebut juga akan menjadi referensi setiap stake holder yang membutuhkannya. Informasi tersebut bahkan menjadi bahan untuk shering data dan informasi internasional sehingga membantu dalam merumuskan kebijakan-kebijakan pengelolaan global.

2. Saran

Mengingat pentingnya ketersediaan data biofisik perairan maka sebaiknya aktivitas pemantauan atau pengambilan data bawah air banyak dilakukan terutama di wilayah-wilayah yang potensial dihuni oleh biota-biota dilindungi. Pendataan harus sedini mungkin dilakukan mengingat pentingnya melindungi berbagai spesies penting dari kelangkaan atau kepunahan dan sekaligus melindungi ekosistem agar tetap dalam kesimbangannya.

Mempertimbangkan besarnya biaya yang dibutukan untuk kegiatan pemantauan dan pengambilan data bofisik bawah air, maka sebaiknya lembaga yang berkepentingan dapat melakukan koordinasi dan kerjasama pemantauan agar lebih efektif dan efisien. Di samping itu diperlukan training untuk membekali calon pemantau agar memiliki keterampilan yang dibutuhkan dalam melakukan pemantauan biofisik bawah air. Untuk wilayah perairan Indnesia yang begitu luas maka dibutuhkan banyak SDM handal untuk pemantauan biofisik bawah air.

Ambon, 18 Nopember 2014

Agussalim, S.Pi

 

 

Referensi :

Anonim, 2014. Presentase Coral Triangle Center. Ujicoba Pelatihan Pengambilan Data Biofisik Bawah Air di Karimunjawa, Oktober 2014.

http://id.wikipedia.org/wiki/Filum_hewan. Diakses pada 16 Nopember 2014

paradiseunpad.blogspot.com. Peralatan Selam. Diakses pada 17 Nopember 2014

www.menlh.go.id. Kepmen Lingkungan Hidup No. 04 tahun 2001tentang Kriteria Baku Kerusakan Terumbu Karang

www.menlh.go.id. Kepmen Lingkungan Hidup No.200 tahun 2004, tentang Kriteria Baku Kerusakan dan Pedoman Penentuan Status Padang Lamun.

www.menlh.go.id. Kepmen Lingkungan Hidup No.201 Tahun 2004 tentang Kriteria baku dan Pedoman Penentuan Kerusakan Mangrove.

www.scubadivingsurabaya.com. Teknik Scuba. Diakses pada 17 Nopember 2014.

 

Baca Juga

Penilaian DUPAK Penyuluh Perikanan Dihadiri Kapuslatluh dan Kadis Perikanan Ambon

Senin, 22 Februari 2021, pada kesempatan membuka acara Penilaian Angka Kredit Penyuluh Perikanan Satminkal BPPP …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *